TentangUang, JAKARTA – Nilai tukar rupiah dan sejumlah mata uang utama Asia menunjukkan pelemahan sepanjang perdagangan pekan ini, dari 16 hingga 20 Desember 2024. Berdasarkan data dari Bloomberg, nilai tukar rupiah tercatat menguat sebesar 0,56% atau 91 poin menjadi Rp16.221,5 per dolar AS pada perdagangan Jumat (19/12/2024). Namun, dalam jangka waktu sepekan, rupiah tercatat melemah 1,33% dari posisi sebelumnya yang berada di Rp16.008 per dolar AS pada akhir pekan lalu (13/12/2024).
Pergerakan Mata Uang Asia Lainnya
Selain rupiah, mata uang utama di kawasan Asia juga mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Beberapa mata uang yang tercatat mengalami penurunan adalah sebagai berikut:
- Yen Jepang melemah 1,76% dalam sepekan ke posisi 156,31 per dolar AS.
- Won Korea Selatan melemah 0,77% ke level 1.444,95 won per dolar AS.
- Ringgit Malaysia melemah 1,3% menjadi 4,508 ringgit per dolar AS.
- Baht Thailand melemah 0,5% ke 34,27 per dolar AS.
- Peso Filipina mengalami penurunan 1,4% menjadi 58,81 per dolar AS.
Penguatan Dolar AS
Pelemahan mata uang Asia sejalan dengan penguatan indeks dolar AS dalam sepekan terakhir, meskipun sempat melandai pada akhir perdagangan Jumat setelah rilis data inflasi AS. Indeks dolar AS, yang melacak pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya, tercatat melemah 0,55% pada hari Jumat ke posisi 107,82. Namun, secara keseluruhan, dalam sepekan terakhir, indeks dolar AS menguat 0,76%.
Data Inflasi AS Berpengaruh
Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa Indeks Personal Consumption Expenditure (PCE), indikator inflasi yang menjadi acuan bagi Federal Reserve (The Fed), tercatat lebih rendah dari perkiraan para analis. Pada November 2024, PCE tercatat naik 2,4% secara tahunan (YoY), sedikit di bawah estimasi ekonom yang memprediksi kenaikan sebesar 2,5%.
Kondisi ini memberikan harapan bahwa inflasi di AS masih berada dalam kendali dan tidak akan menjadi ancaman besar dalam waktu dekat. Sam Stovall, Kepala Strategi Investasi CFRA Research, mengatakan kepada Reuters:
“Angka yang lebih baik dari perkiraan untuk PCE, yang merupakan ukuran inflasi favorit The Fed, membuat para investor dapat bernafas lega karena mungkin inflasi tidak akan menjadi situasi pelarian seperti yang dikhawatirkan.”
Upaya Pemerintah dan Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Rupiah
Pemerintah Indonesia bersama Bank Indonesia (BI) terus berupaya mengantisipasi agar pelemahan kurs rupiah tidak berlanjut. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa meskipun pemerintah dapat memberikan bantuan secara tidak langsung, pihak yang bertanggung jawab langsung menjaga stabilitas rupiah adalah Bank Indonesia.
“Pemerintah dorong ekspor yang menghasilkan devisa. Kemudian dorong investasi untuk substitusi impor. Jadi impornya yang berbasis dolar kita tekan rendah, ekspornya kita tingkatkan sehingga nilai rupiah kita lebih solid,” ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024).
Revisi Peraturan Devisa Hasil Ekspor
Pemerintah juga berencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2023, yang mengatur mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari sumber daya manusia (SDA). Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah ingin memperpanjang kurun waktu penempatan DHE SDA. Dengan cara ini, diharapkan cadangan devisa Indonesia dapat bertambah, yang pada gilirannya dapat membantu mendukung stabilitas rupiah.
Saat ini, menurut aturan yang ada, DHE SDA wajib ditempatkan di dalam negeri paling singkat tiga bulan dengan minimal 30% dari total nilai ekspor.
Bank Indonesia Terus Lakukan Intervensi
Bank Indonesia (BI) juga tidak tinggal diam. Fitra Jusdiman, Direktur Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, menyatakan bahwa pihaknya terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah serta mata uang negara lain, dan melakukan upaya stabilisasi pasar secara terukur dan terus-menerus.
“Antara lain melalui intervensi di spot, DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder,” ungkapnya kepada Bisnis pada Kamis (19/12/2024).
Leave a Reply