Jakarta, Tentanguang – Nilai tukar rupiah dibuka lesu pada awal perdagangan pekan ini, Senin (2/12/2024), seiring dengan dirilisnya data aktivitas manufaktur Indonesia yang masih mengalami kontraksi, serta penantian terhadap data inflasi Indonesia yang akan diumumkan hari ini (2/12/2024).
Berdasarkan data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan, mata uang Garuda berada di level Rp 15.850/US$, melemah 0,06% dibandingkan dengan penutupan sebelumnya pada 29/11/2024.
Penguatan Dolar AS
Sementara itu, bersamaan dengan pelemahan rupiah, indeks dolar AS (DXY) mengalami penguatan yang signifikan, melonjak hingga mencapai 106,20, atau naik 0,44% pada awal perdagangan hari ini.
Pergerakan Rupiah Terkini
Pergerakan nilai tukar rupiah pada hari ini akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor domestik, termasuk rilis data penting seperti kinerja sektor manufaktur Indonesia yang masih menunjukkan kontraksi. Selain itu, pasar juga sedang menunggu pengumuman data inflasi Indonesia yang akan dirilis hari ini.
Menurut laporan dari S&P Global yang dirilis pada Senin (2/12/2024), PMI manufaktur Indonesia mencatat angka 49,6 pada November 2024, yang menandakan bahwa sektor manufaktur Indonesia masih berada dalam zona kontraksi untuk kelima kalinya berturut-turut.
Angka PMI tersebut menunjukkan penurunan yang berkelanjutan dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, dengan angka PMI pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2). Tren penurunan ini mengingatkan pada masa awal pandemi Covid-19 pada tahun 2020, ketika aktivitas ekonomi terhenti untuk membendung penyebaran virus.
Tantangan Bagi Pemerintahan Prabowo Subianto
Situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Presiden Prabowo Subianto, yang baru menjabat sejak Oktober 2024. Di bawah kepemimpinan Prabowo, sektor manufaktur Indonesia masih menunjukkan penurunan yang signifikan. S&P Global mencatat bahwa kontraksi PMI Indonesia disebabkan oleh penurunan pesanan baru yang terjadi selama lima bulan berturut-turut, sementara jumlah tenaga kerja juga mengalami penurunan.
Meski demikian, ada secercah optimisme, di mana produksi manufaktur tercatat meningkat untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir. Selain itu, persediaan barang juga mengalami kenaikan, yang didorong oleh ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih positif di tahun mendatang.
Optimisme Pasar dan Data Inflasi Indonesia
Kepercayaan terhadap prospek ekonomi Indonesia juga terlihat meningkat, dengan indikator kepercayaan konsumen melonjak ke level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir. Di sisi lain, data inflasi Indonesia yang akan dirilis dalam waktu dekat juga menjadi perhatian utama pasar.
Inflasi pada November 2024 diperkirakan akan menunjukkan angka yang lebih tinggi seiring dengan kenaikan harga bahan pokok dan BBM non-subsidi. Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 11 institusi, Indeks Harga Konsumen (IHK) diperkirakan naik 0,25% secara bulanan (month-to-month/mtm), sementara secara tahunan (year-on-year/yoy) diprediksi mencapai 1,49%. Sebagai perbandingan, inflasi pada Oktober 2024 tercatat sebesar 0,08% (mtm) dan 1,71% (yoy).
Jika inflasi terus mengalami kenaikan pada November 2024, ini akan menjadi inflasi beruntun selama dua bulan terakhir setelah sebelumnya Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut dari Mei hingga September 2024. Di sisi lain, inflasi inti diperkirakan tetap stabil di angka 2,2% (yoy), hampir tidak berubah dibandingkan dengan Oktober 2024, yang tercatat pada level 2,21%.
Pelemahan rupiah dan potensi inflasi yang meningkat menunjukkan tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi dinamika pasar global dan domestik. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengambil langkah-langkah yang hati-hati untuk mengelola perekonomian ke depan.
Leave a Reply